Dewi Sartika Sari, Teguh Memihak pada Kebenaran

Dewi Sartika Sari

Hoaks, berita palsu yang telah memakan banyak korban dan memengaruhi berbagai aspek kehidupan. Menyebabkan perpecahan di masyarakat, putusnya pertemanan, keretakan persahabatan, tak jarang pula menyebabkan perpisahan para pasangan.

Bukan itu saja, dampak hoaks tidak hanya terbatas pada lingkup pribadi. Dalam skala yang lebih besar, hoaks dapat meningkatkan suhu politik hingga ke titik didih, contohnya pada Pilpres tahun 2014 dan 2019 silam.

Begitu juga saat pandemi Covid tahun 2020 lalu. Hoaks-hoaks kesehatan yang beredar di seluruh dunia membuat masyarakat bingung dan bersitegang.

Korban dan pelaku penyebaran hoaks bisa siapa saja. Tak peduli jenis kelamin, latar belakang pendidikan, profesi, dan faktor lainnya.


Dari Keresahan Menjadi Relawan

Bahaya hoaks yang begitu masif tentu membuat banyak pihak resah, tak terkecuali Dewi Sartika Sari. Berangkat dari keresahan itulah, perempuan lulusan Hukum Bisnis di Universitas Trisakti ini memilih untuk bergerak dengan satu tujuan: ikut berkontribusi untuk mengentaskan hoaks yang beredar.

Namun, Dewi sadar betul bahwa hal ini tidak bisa dilakukan sendirian. Maka pada tahun 2018 Dewi memutuskan untuk bergabung menjadi relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) agar bisa bergerak bersama-sama.

Saat ini Dewi menjabat sebagai Partnership Manager di Mafindo. Tanggung jawabnya antara lain memelihara hubungan dengan para donatur dan para pemangku kepentingan, baik dengan institusi pemerintah maupun institusi nonpemerintah.


Pernah Menjadi Korban Hoaks

Dewi sendiri pernah menjadi korban hoaks. Ia teringat dengan hoaks kesehatan mengenai tusuk jarum dapat menyembuhkan stroke yang menyebar melalui SMS pada tahun 2000-an. Kala itu, keterbatasan informasi membuatnya sulit mengklarifikasi kebenaran.

Namun, setelah bergabung dengan Mafindo, Dewi merasa lebih mampu membedakan antara hoaks dan fakta.

Orang yang mengaku tak pernah kena hoaks justru orang yang paling rentan terhadap hoaks.

Jalan Terjal Menegakkan Kebenaran

Selama menjadi relawan di Mafindo, jalan Dewi dalam memberantas hoaks tak selalu mulus. Tak jarang, Dewi juga menemukan anggota keluarga yang termakan dan ikut menyebarkan hoaks, terutama di tahun-tahun politik yang penuh gejolak.

Dewi mengakui bahwa menghadapi hal ini bukan perkara mudah. Ia belajar untuk memilih ketika harus diam, karena terkadang memberi penjelasan tentang hoaks pada keluarga bisa mengundang konflik yang lebih besar.

“Biasanya saya lebih banyak diam karena jika terkait politik, memberi tahu keluarga sendiri atau orang-orang terdekat sama seperti menggarami lautan. Belum lagi kerap dianggap pro terhadap satu pihak,” ungkapnya.

Dalam perjalanan panjangnya sebagai relawan Mafindo, Dewi menemukan bahwa hoaks tak mengenal batasan. Ia menyaksikan banyak orang berpendidikan pun bisa membuat dan menyebarkan berita palsu. Contohnya, selama pandemi Covid-19 tahun 2020, banyak individu yang tidak memiliki latar belakang medis mengomentari isu-isu kesehatan seolah-olah mereka adalah pakar di bidang tersebut.


Fokus pada Fakta, Bukan Emosi Semata

Salah satu alasan utama mengapa hoaks sering kali berhasil menyebar dengan cepat dan memengaruhi orang-orang adalah karena hoaks mengandalkan reaksi emosional. Misalnya, memancing emosi dan ketakutan, menggugah untuk menyebarkan informasi “bermanfaat”, dan sebagainya.

“Itu sebabnya orang yang menyebarkan atau percaya hoaks kadang tidak sadar bahwa itu hoaks,” kata Dewi.

Namun, langkah penting dalam melawan hoaks adalah dengan memfokuskan perhatian pada fakta dan bukti yang ada. Dewi menegaskan bahwa penting bagi masyarakat untuk mengembangkan keterampilan dalam memeriksa kebenaran informasi sebelum mengambil tindakan atau menyebarkannya lebih lanjut. Hal ini melibatkan analisis kritis terhadap sumber informasi, mencari konfirmasi dari sumber-sumber yang sah, dan berusaha memahami konteks informasi yang diterima.

Menurut Dewi, mengatasi hoaks tidak hanya tentang mengendalikan emosi dan impuls, tetapi juga tentang membangun kemampuan untuk berpikir rasional dan objektif. Melalui pendidikan dan literasi digital yang tepat, masyarakat dapat menjadi lebih cerdas dalam mengenali tanda-tanda hoaks, memahami teknik manipulasi yang digunakan, dan membedakan informasi yang sahih dari yang palsu.

Karena itu, Mafindo tidak fokus pada sisi pelaku, melainkan pada fakta dan data.

“Kami melakukan debunking, yaitu mekanisme untuk membongkar hoaks. Juga melakukan prebunking untuk menangkal hoaks, menyebarkan informasi tentang bagaimana hoaks dibuat dan bekerja,” jelas Dewi.


Orang Waras Jangan Mengalah

Hoaks akan tetap ada dan berlipat ganda, lalu apa yang menggerakkan Dewi dan Mafindo untuk terus bekerja?

“Seperti kata Gus Mus, orang waras jangan mengalah. Orang waras harus terus berusaha untuk menyebarkan kebenaran,” jawab Dewi.

Karena hoaks begitu berbahaya dan dapat berpengaruh negatif terhadap berbagai aspek kehidupan, Dewi menggarisbawahi bahwa memerangi hoaks adalah tanggung jawab bersama.

Walau hoaks merajalela, harapan menjadikan Indonesia sebagai masyarakat antihoaks tetap ada. Terbukti dengan naiknya angka Literasi Digital di Indonesia.

Berdasarkan data “Status Literasi Digital di Indonesia 2022” yang dilansir Katadata, Literasi Digital Indonesia naik dari 3,49 pada tahun 2021 menjadi 3,52 pada tahun 2022.

Kecakapan literasi digital diukur melalui 4 pilar yaitu digital skill, digital ethic, digital safety, dan digital culture.

Dewi juga berharap agar generasi mendatang lebih rajin membaca, mengecek ulang informasi yang bererdar ke sumber-sumber tepercaya, dan memperluas wawasan.


Ya, hoaks akan tetap ada dan berlipat ganda karena ini bukan sesuatu yang sepenuhnya bisa kita kendalikan. Namun, dengan kerja sama dari berbagai pihak, Dewi dan Mafindo tetap yakin bahwa harapan akan selalu ada.

Harapan untuk menjadikan Indonesia menjadi negara yang antihoaks. Harapan untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cakap literasi digital dan tak mudah percaya pada berita bohong.

Karena itu, sekali lagi, orang waras jangan mengalah tetapi harus tetap tegak untuk menyuarakan kebenaran. (eL)

Dewi Sartika Sari, Pengurus Mafindo

Kisah Lainnya

Adven Sarbani, Korwil Wilayah Mafindo Surabaya

Adven Sarbani: Sampaikan Hal Baik dengan Cara yang Baik

Roesda Leikawa, si Pemadam Api Hoaks dari Maluku

Aribowo Sasmito

Aribowo Sasmito, Memeriksa Fakta Tak Selalu Sederhana

Tinggalkan komentar