Menyulap Pembuat Berita Dusta Jadi Relawan Pejuang Fakta

Menyulap Pembuat Berita Dusta Jadi Relawan Pejuang Fakta

Hari itu masyarakat Kota Ambon gempar, panik, dan ketakutan. Orang-orang melakukan panic buying: membeli masker, hand sanitizer, dan alkohol sehingga ketiganya ludes di pasaran.

Maret 2020, tersiar kabar bahwa salah satu siswa di sebuah SMP di Ambon terkena Covid-19. Padahal, pemerintah sendiri baru mengumumkan kasus pertama, itu pun terjadi di Depok, nun jauh di Pulau Jawa.

Usut punya usut, isu itu dibuat oleh salah satu pengguna Facebook dan menyebar cepat bak api dalam sekam.

Tak menunggu lama, Roesda Leikawa, Korwil Maluku, mengkoordinasi para relawan Mafindo untuk melacak akun tersebut dan mengajaknya bertemu langsung.


Pelaku Sempat Diperiksa Kepolisian

Tanpa diduga, sebelum Roesda sempat bertemu, pelaku sudah terlebih dahulu digelandang oleh kepolisian setempat karena diduga menimbulkan keresahan. Ia, pelaku, diperiksa dan dimintai keterangan. Isi ponselnya juga dibuka dan dibaca, termasuk percakapan pelaku dengan Roesda.

“Siapa itu Roesda?” tanya polisi.

Pelaku menjawab, “Katanya dari Mafindo, Pak.”

Mendengar nama Mafindo disebut, polisi tak bertanya lebih jauh. Barangkali karena mafhum bahwa organisasi kemasyarakatan ini memang biasa bergerak cepat terkait hoaks.


Berdiskusi Tanpa Menghakimi

Keesokan harinya Roesda dan dua orang relawan lainnya bertemu dengan pelaku di sebuah kedai kopi. Dalam pertemuan itu, Roesda tidak bertujuan untuk mencaci atau menghakimi, sebaliknya ia mengajak pelaku berdiskusi dari hati ke hati.

Roesda bertanya tentang kronologis dan motivasi pelaku untuk memahami latar belakang yang memantiknya membuat berita palsu.

“Kami mengerti bahwa pemahaman mereka tentang hoaks masih kurang. Jadi, kami melakukan pendekatan persuasif, dari hati ke hati,” jelas Roesda.

Dari hasil diskusi, diketahui bahwa pelaku merupakan kakak dari salah satu siswa di sebuah SMP di Desa Suli, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. SMP tersebut mengadakan kegiatan pada hari Sabtu, 14 Maret 2020, hanya selang 12 hari sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan.

Kegiatan sempat dihentikan karena ada salah satu anak yang sakit, tetapi bukan karena Covid. Anak yang sakit itu dipulangkan bersamaan dengan sebagian siswa lain untuk mematuhi protokol kesehatan. Kemudian, kegiatan tersebut diteruskan dengan hanya melibatkan 30 orang siswa.

Salah satu siswa yang dipulangkan bercerita pada kakaknya tentang pembubaran itu. Si kakak alias pelaku salah paham dan menganggap bahwa kegiatan tersebut dibubarkan karena ada salah satu siswa yang terkena Covid-19. Tanpa mengecek kebenaran cerita adiknya, ia langsung membuat status Facebook.

Saat itulah masyarakat Ambon panik.

Setelah mengetahui kronologi pastinya, Roesda mulai memberikan edukasi tentang cara kerja hoaks serta menjelaskan cara mengecek kebenaran setiap berita palsu.

“Saya menasihatinya pelan-pelan. ‘Lain kali jangan gitu e, kalau ada berita yang belum tentu, cek dulu kebenarannya’,” cerita Roesda.

Perlahan, pelaku mulai paham bahwa membuat dan menyebarkan berita tanpa mengecek faktanya terlebih dahulu adalah sebuah kesalahan. Apalagi terkait Covid yang saat itu menjadi isu yang rentan. Ia mengaku menyesal dan bersedia membuat status sebagai klarifikasi di akun media sosialnya.

Pelaku pembuat hoaks lalu “bertobat” agak berbeda dengan realitas yang kerap ditemui Aribowo Sasmito, Co-Founder & Fact-Check Specialist Mafindo. Ari sering menemukan bahwa pelaku lebih sering heboh saat menyebarkan hoaks tetapi diam saat fakta diungkapkan.

Namun, hoaks memang bersifat emosional sehingga bila berkaitan dengan emosi manusia, apa pun bisa terjadi. Termasuk pelaku yang kemudian “tobat” itu tadi.


Menjadi Relawan Pejuang Fakta

Kegembiraan Roesda saat berhasil dalam memerangi hoaks tak berhenti sampai di situ. Setelah dua jam berbincang, Roesda dikejutkan oleh pertanyaan dari pelaku.

“Aku boleh enggak bergabung dengan Mafindo?” tanya pelaku pada Roesda.

Dengan gembira, sebagai Koordinator Wilayah, Roesda langsung mengiyakan. “Saat itu kami senang sekali dan langsung merangkulnya,” kenang Roesda.

Roesda mengakui bahwa untuk mengajak seseorang melakukan kerja-kerja kerelawanan memang tidaklah mudah. Itu sebabnya saat itu ia merasa gembira. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa pendekatan persuasif yang mereka lakukan terbukti cukup efektif.


Melalui pendekatan personal dan persuasif yang dilakukan oleh Roesda dan para relawan Mafindo di Maluku, mereka berhasil mengubah para pembuat dan penyebar hoaks menjadi relawan pemberantas hoaks. Mengubah pelaku pembuat berita dusta menjadi relawan pejuang fakta. (eL)

Relawan Mafindo, Roesda Leikawa

Kisah Lainnya

Adven Sarbani, Korwil Wilayah Mafindo Surabaya

Adven Sarbani: Sampaikan Hal Baik dengan Cara yang Baik

Roesda Leikawa, si Pemadam Api Hoaks dari Maluku

Iyud Dwi Mursito, relawan Mafindo Bengkulu

Iyud Dwi Mursito: Bergerak untuk Kecakapan Digital Para Lansia dan Pemilih Pemula

Tinggalkan komentar